Komputer yang saya pakai mungkin sudah tergolong sedikit outdated, MacBook Pro lansiran 2010. Tentunya cukup usang jika dibandingkan dengan mesin anyar semacam MacBook Pro versi 2013 yang dilengkapi layar retina dan berbobot ringan.
Dengan prosesor Core 2 Duo 2.66 GHz, di tahun keempat ini tentunya masih mumpuni untuk digunakan bekerja cukup keras. Jarang terlihat beban kerja di atas 70%. Pun, memori sudah saya upgrade menjadi 8GB, di atas rata-rata kebutuhan saya: 5-7 GB. Cukup untuk menggenjot kinerja. Lagian, kalau nanti dibutuhkan, masih bisa saya upgrade ke 12 GB atau 16 GB.
Sebelumnya saya mencoba merancang modifikasi MacBook Pro agar dapat menjadi ringan seperti MacBook Air dalam MacBook Pro 13" Air Project. Namun gagal. Memang harus ikhlas dengan bobot 2 kilogram.
Saya pun sempat berpikiran untuk mengganti MacBook Pro ini dengan MacBook Pro Retina 13" yang sudah menggunakan platform Haswell. Namun biayanya cukup besar, mencapai dua kali harga jual MacBook Pro lama. Pun, itu masih dengan SSD 128 GB, serta RAM 4 GB yang "mati" lantaran tidak bisa di-upgrade.
Tukar dengan MacBook Pro (non-retina) 13" pun dengan harga yang tak terpaut jauh, tetap tidak bisa menikmati platform Haswell yang irit baterai itu. Apalagi sejak 2011, MacBook Pro 13" hanya bersenjatakan prosesor grafik terintegrasi Intel yang tak cukup memuaskan untuk Diablo 3, game yang mengurungkan niat saya untuk membeli MacBook Air karena prosesornya tak memenuhi syarat.
Akhirnya saya memutuskan untuk tetap memakai MacBook Pro 2010 dengan upgrade ke solid state disk (SSD) untuk menggenjot lagi kinerjanya. Dengan biaya yang relatif lebih ringan daripada menukar dengan seri baru. Tentunya tanpa layar retina dan port Thunderbolt serta USB 3. Tapi saya masih bisa menikmati port ethernet dan firewire yang masih saya pakai intensif. MacBook Pro unibody memang mesin yang gampang dibongkar dan dimodifikasi.
Kenapa SSD? Kecepatan SSD yang jauh di atas harddisk konvensional banyak memberikan peningkatan kinerja pada Mac. Tak salah kalau Apple beralih ke flash storage berbasis SSD. Walau memang untuk implementasi di mesin lama masih terbatas pada format SATA, bukan format PCIe yang lebih cepat.
Harga SSD semakin hari semakin terjangkau, menjadikan SSD semacam pilihan wajib untuk yang ingin melakukan upgrade. Namun untuk yang berkapasitas masif, memang masih relatif tinggi harganya.
MacBook Pro saya dilengkapi dengan harddisk berkapasitas 320 GB. Dengan partisi utama 250 GB untuk OSX dan sisanya untuk Windows via bootcamp. Jika saat ini partisi utama saja sudah terpakai lebih dari 220 GB, maka tentunya saya akan membutuhkan SSD minimal 250 GB. Idealnya saya akan membutuhkan kapasitas di atas 320 GB. Tapi SSD dengan kapasitas 480 GB ataupun 512 GB tidak lah murah. Bahkan bisa menyamai harga MacBook Pro bekas!
Ada solusi penyimpanan hibrida untuk menjembatani kebutuhan kecepatan dan kapasitas. Produk WD Scorpio Black2 cukup menarik, gabungan antara harddisk konvensional 1 TB dan SSD 120 GB dengan harga sekitar 280 USD. Tapi sayang tidak dapat digunakan di Mac, baru untuk Windows 7 dan Windows 8. Juga ada solusi hibrida Seagate Momentus XT yang lebih terjangkau dengan kapasitas 750 GB dan SSD 8GB sebagai cache. Tapi tak terlalu menarik karena hanya 8GB dan sebagai cache. Tanggung.
Akhirnya saya pilih solusi hibrida manual, menggunakan SSD dan harddisk bersamaan. Tentunya karena tidak mungkin memasukkan keduanya dalam MacBook Pro, maka superdrive terpaksa dilepas. Sehingga SSD dapat dipasang menggantikan drive optik.
Dengan kombinasi HDD dan SSD saya bisa menikmati kecepatan SSD untuk OSX dan juga penyimpanan HDD yang cukup lapang. Saya pilih SSD Plextor M5S 128 GB untuk partisi utama/sistem. 128 GB dirasa cukup untuk OSX dan aplikasi, serta masih ada sisa yang lapang. Performa SSD bisa menurun ketika kapasitasnya sudah penuh. Jadi, jangan beli SSD dengan kapasitas yang pas-pasan. Sementara HDD Hitachi 320 GB bawaan saya kosongkan total untuk digunakan sebagai media penyimpanan data/dokumen. Jika nanti dirasa kurang, tinggal tukar dengan HDD yang berkapasitas lebih lega.
Khusus untuk pengguna MacBook Pro lansiran 2011 (Core i5 dengan GPU Intel HD 3000) yang ingin menggunakan kombinasi SSD+HDD, perlu diperhatikan bahwa SSD sebaiknya dipasang pada slot harddisk (primer) sementara harddisk dipasang pada superdrive bay (sekunder). Hal ini menyangkut perbedaan kecepatan bus: SATA 3 (6 Gbps) untuk primer dan SATA 2 (3 Gbps) untuk sekunder.
Sementara untuk MacBook Pro lansiran 2010 dan sebelumnya kedua bay sama-sama SATA 2. Untuk lansiran 2012 dan 2013 semuanya sudah SATA 3. Sehingga disarankan agar SSD ditempatkan di bay sekunder sehingga HDD dapat digunakan di slot primer mengingat adanya fitur sudden motion sensor untuk mengamankan harddisk saat ada guncangan.
Sebagai mesin yang gampang dibongkar, prosedur penggantian harddisk pada MacBook Pro unibody cukup gampang. Tapi sedikit berbeda ketika mengganti superdrive menjadi SSD. Memang lebih repot, tapi masih dapat dikerjakan dengan relatif mudah. Petunjuknya bisa merujuk ke iFixIt.
Untuk memasang SSD (ataupun HDD) di optical bay, dibutuhkan drive caddy/cage sebagai "kandang" untuk menempatkan SSD dan juga sebagai converter karena superdrive menggunakan konektor yang berbeda: slimline SATA. Drive caddy ini bisa dibeli dengan harga sekitar 150 ribu hinggga 200 ribu. Tapi kalau dana tak jadi masalah, bisa pilih OWC Data Doubler Kit yang lebih ringan (400 ribu).
Untuk "clean slate protocol" (instalasi ulang dari nol) tentunya akan dibutuhkan instalasi OSX dalam bentuk media USB. Kalau masih menggunakan OSX sebelum Lion dan belum melepas superdrive (atau punya drive optik eksternal), tentunya masih bisa menggunakan DVD installer. Untuk instalasi melalui USB, bisa merujuk ke MakeMac untuk membuat USB OSX installer.
Jangan lupa untuk melakukan format SSD anda dengan jenis partisi GUID dan format partisi HFS+ agar dapat diinstal OSX dan bootable. Jika HDD yang sebelumnya terpasang OSX ingin digunakan untuk menyimpan data, maka lakukan format partisi agar bisa maksimal. Selain membuang berkas sistem OSX, juga untuk membuang partisi "recovery".
Bagaimana kinerja setelah beralih ke SSD? Saya tidak melakukan pengukuran secara detail. Hanya dengan pengalaman saja. Boot time sangat cepat, tak sampai 10 detik masuk desktop, dan langsung bisa digeber. Biasanya masih harus menunggu dock dan menu bar muncul. Sementara bekerja dengan Adobe CS6 pun terasa ringan. Jendela aplikasi serasa berterbangan (oke, ini lebay). Membuka Photoshop hanya dalam hitungan beberapa detik saja. Mungkin nanti akan saya coba videokan.
Butuh superdrive? Kadang kebedaraan superdrive masih dibutuhkan. Entah itu sekedar membaca CD atau membakar DVD untuk kebutuhan produksi. Untungnya ada inventaris DVD-RW eksternal di kantor. Rencananya, saya akan membeli enclosure untuk superdrive agar bisa digunakan melalui USB, jika sewaktu-waktu diperlukan di rumah. Untuk menonton DVD mungkin.
Ada yang berminat untuk beralih juga ke SSD? Atau sudah beralih?