Setelah menghadiri Nike+ AirMax Clinic beberapa waktu yang lalu, beberapa hari setelah itu saya mendapatkan kiriman paket sepatu Nike AirMax+ 2013 Limited Edition dari Nike Indonesia. Tak ayal, akhirnya Nike AirMax Turbulence+ 15 saya yang sudah usang pun mendapatkan penggantinya yang layak untuk long run.

Edisi terbatas (limited edition) ini hanya sedikit berbeda dengan edisi reguler yang umum tersedia di pasaran. Kalau edisi reguler yang beredar di pasaran Indonesia disajikan dalam 3 pilihan warna: merah, putih, dan hitam; edisi khusus ini tersedia dalam warna perak dengan aksen merah. Selain warna, edisi terbatas ini mengusung konsep 360-degrees reflectivity, yang dilengkapi dengan bahan pemantul cahaya (reflective), ala scotchlite, sehingga lebih gampang terlihat dalam kegelapan dari berbagai arah (depan, samping, dan belakang). Tak hanya di bagian atasan sepatu, bahkan tali sepatunya reflective! Bermanfaat untuk yang gemar berlari malam atau subuh.

Selain dari warna dan bahan pemantul cahaya, tidak ada bedanya dengan edisi reguler.

Tentunya butuh waktu yang tidak sebentar untuk bisa menilai sepasang sepatu lari. Sebelum menggunakannya untuk lari perdana, saya menggunakan AirMax+ 2013 ini harian di kantor beberapa hari terlebih dahulu. Saya menggunakan sepatu ini untuk berlari 2 kali seminggu: saat TNR IndoRunners setiap Kamis malam dan car-free-day setiap Minggu pagi. Saat TNR sendiri biasanya berdurasi sekitar 45-60 menit, sementara Minggu pagi sekitar 1-2 jam.

Selama ini saya belum mengalami cidera atau gangguan ketika menggunakan AirMax+ 2013.

Unit airbag AirMax yang menjadi andalan terasa empuk seperti biasanya. Namun masih terasa cukup responsif untuk saya yang berbobot 68 kg. Memang, faktor berat badan akan mempengaruhi tingkat "keempukan" airbag. Jadi, untuk yang lebih ringan tentunya akan merasa sol lebih keras. Begitu pula sebaliknya.

Ruang bagian depan sepatu (toebox) cukup lebar, sebagai pemilik telapak kaki yang lumayan lebar, jemari saya masih bisa bergerak dengan leluasa dan tentunya terhindar dari kulit melepuh (blistered).

Sol bagian depan (forefoot) cenderung lebih empuk dibanding tumit (heel). Tidak seperti AirMax Turbulence+ 15 saya dulu, AirMax 2013 cukup fleksibel untuk bagian sol depan, sehingga tidak keras kalau telapak kaki menekuk. Dan benar, fleksibilitas sol hanya ke arah depan, tidak ke arah samping. Sehingga cukup menjaga stabilitas saat berlari.

Karena unit airbag ini cukup tebal guna memberi perlindungan benturan kaki terhadap jalanan, sepatu ini cukup banyak menambah tinggi badan, mungkin sekitar 3-4 cm.

Memang secara umum saya berlari di jalan raya aspal. Untuk berlari di trotoar pun tidak ada masalah. Sol menapak dengan cukup baik. Namun, karena memang tidak didesain untuk hujan (layaknya seri Shield dan Hypershield) sol tidak menapak dengan kuat di permukaan ubin licin yang basah. Sehingga saya tidak bisa berlari di beberapa "trotoar" kompleks GBK (bahannya mirip ubin kamar mandi) yang basah selepas diterpa hujan. Begitu juga dengan bahan atasan sepatu yang berpori, tentunya tidak cocok untuk berlari saat hujan. Namun pori-pori ini yang akan membuat kaki "bernafas", sehingga kaki tidak terasa panas dan gerah saat berlari jauh.

Jika dibandingkan dengan sepatu full-cushion umumnya, berat AirMax 2013 relatif sedikit lebih ringan. Tapi tentunya kalau dibandingkan dengan sepatu yang memang didesain dengan sedikit bantalan (apalagi yang minimal), AirMax (dan juga sepatu full-cushion lainnya) memang lebih berat. Dan memang AirMax didesain untuk lari jarak jauh dan berdurasi panjang. Umumnya pelari amatir akan kehilangan konsistensi langkahnya ketika sudah lelah saat long-run, sehingga dibutuhkan sepatu yang memberikan dukungan serta proteksi benturan kaki.

Tentunya, sebagai sepatu lari, AirMax+ 2013 dilengkapi dengan kompartemen untuk meletakkan sensor Nike+ Running di bawah insole kiri.

Yuk. Mari Lari! #makeitcount

Adham Somantrie.