Sepintas, ngobrol sama robot terdengar tidak menarik. Kita akan membayangkan sebuah obrolan yang kaku dan dingin. Apalagi untuk bangsa Indonesia yang terkenal akan keramahan dan tingginya tingkat sosialisasi dalam masyarakat. Namun, apakah memang begitu tak menariknya untuk berbincang dengan robot?

Padahal, sekarang sudah eranya AI (artificial intelligence) dan NLP (natural language processing), robot tak lagi kaku seperti film fiksi ilmiah dari millenium lalu (sebagai ilustrasi, bayangkan C-3PO). Manusia pun sudah lebih akrab berkomunikasi dengan mesin. Hari ini, tak jarang kita menemukan orang berbicara dengan Siri, Alexa, Cortana, ataupun Google Assistant. Bahkan ironisnya, terkadang lebih akrab dengan gadget daripada dengan orang lain.

Banyak hal yang sebenarnya merupakan sisi positif menggunakan robot untuk berinteraksi dengan manusia. Selain ketersediaannya sepanjang hari dan sepanjang malam karena robot tak butuh tidur atau makan, tentunya privasi yang lebih terjaga karena robot tidak suka bergosip dengan sesama robot. Alhasil, penerapan chat-robot (chatbot) banyak dilakukan untuk layanan pelanggan atau customer care. Di samping faktor-faktor yang disebutkan di atas, implementasi chatbot pun sangat scalable: kapasitasnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan secara fleksibel, bahkan secara real time pula.

Lebih dari sekadar customer care, chatbot pun bisa diaplikasikan sebagai pramuniaga di garis depan bisnis, atau frontline salespeople. Di era mobile-commerce saat ini, kearifan lokal Indonesia sangat mengedepankan unsur sosial dalam bertransaksi. Terkadang, sekedar klik-klik saja tak afdol bagi calon pembeli kalau belum berkomunikasi dengan pihak penjual. Namun, yang jadi masalah di era belanja daring (online-shopping) ini adalah pembeli bisa datang ke “toko” kapan saja. Sehingga, toko pun harus buka 24 jam. Lalu kapan penjual bisa istirahat?

Mengerahkan “tim admin” selama 24 jam pun bukan perkara mudah. Lagi-lagi alasan operasional untuk menyesuaikan biaya dan kapasitasnya. Hal seperti ini tentunya membuat chatbot menjadi solusi yang tak perlu diragukan lagi. Chatbot siap sedia kapan saja, 24/7.

Dengan ketersediaan “tim admin” setiap saat, tentunya calon pelanggan bisa “mampir ke toko” kapan saja dan mendapatkan respon secara instan. Tak perlu menunggu pemilik toko untuk merespon secara manual. Hal ini juga dapat meningkatkan tingkat konversi pelanggan dari "berminat" menjadi "membeli" karena respon yang cepat membuat calon pembeli tak punya waktu untuk “cek toko sebelah”.

Jika e-commerce telah tergantikan menjadi m-commerce. Maka sekarang kita akan memasuki era chat-commerce.

Jumat (01/02) kemarin, Botika bersama LINE Indonesia menyelenggarakan mini workshop bertajuk “Trend Online Shop Zaman Now”. Lokakarya yang dilaksanakan di Horaios Malioboro Hotel Yogyakarta ini diikuti oleh 100 pelaku UMKM berbasis toko daring (online store) dari industri yang beragam: fashion, aksesoris, hingga makanan. Selain Yogyakarta, Botika dan LINE Indonesia juga akan mengadakan mini workshop serupa di kota lainnya di Indonesia.

Workshop ini tentunya memperkenalkan solusi chatbot berbasia LINE kepada para pelaku UMKM yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan produktivitas bisnis mereka. Selain manfaat yang dirasakan oleh penjual, solusi ini juga diharapkan dapat memberikan pengalaman berbelanja yang lebih baik lagi bagi para calon pembeli.

Dagadu Djogja adalah salah satu pelaku bisnis asal Yogyakarta yang telah mengimplementasikan solusi chatbot Botika di LINE untuk menunjang penjualan daring mereka.

Sebagai salah satu media sosial yang populer di kalangan online shop, LINE melalui layanan LINE@ menjadi kanal yang tepat untuk diintegrasikan dengan chatbot. Selain besarnya basis pengguna, tampilan percakapan di LINE yang sudah terhubung oleh chatbot akan terlihat lebih interaktif dan praktis. Fitur carousel pun akan menjadi nilai tambah dari LINE untuk memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan toko daring.