"Ini gimana cara mainnya sih?"

Pertanyaan itu sering terdengar akhir-akhir ini. Umumnya bagi para pengguna baru Google Wave. Google Wave merupakan salah satu layanan baru dari Google, merupakan sebuah aplikasi kolaborasi multi-pengguna yang juga menggunakan sistem jejaring sosial. Karena pendaftarannya sangat dibatasi untuk umum (hanya bisa mendaftar dengan undangan), tidak ayal banyak yang sangat penasaran dengan layanan ini. Apalagi gembar-gembornya akan menawarkan sistem jejaring sosial dengan gaya baru.

Indonesia termasuk negara yang penduduknya lumayan suka "bersosialisasi", apalagi kaum muda dan teknokrat. Sebagai "bangsa konsumtif", segala produk baru tidak luput untuk dicoba: early adopter. Begitu juga sebagai bangsa "korban mode", segala sesuatu yang sedang in atau ngetren hampir dapat dipastikan akan diikuti dengan cepat dan masif.

Google Wave termasuk salah satu produk tersebut. Kalangan pengguna internet berbondong-bondong ingin mencobanya, termasuk para "kaum exist" yang selalu ada di setiap tempat nongkrong, bahkan setiap jejaring sosial yang ada. Mungkin karena informasi yang kurang jelas, atau memang karena "distorsi informasi", banyak juga pengguna yang berebut undangan untuk mendaftar layanan Google Wave padahal mereka sendiri tidak memerlukan layanan tersebut.

"Yang penting daftar dulu, kalo ga kepake (atau ga ngerti) ya tinggalin aja."

Jangan berharap Google Wave akan seperti Facebook ataupun Twitter. Karena konsep yang diusungnya pun beda. Setidaknya hingga saat ini.

Begitu juga dengan LinkedIn. LinkedIn adalah situs jejaring sosial yang difokuskan untuk kehidupan profesional dan karir. Walaupun tidak terututup kemungkinan untuk mendapatkan kegembiraan (fun) di sana, tetapi jika tujuan Anda bukan untuk karir dan profesional, Anda mungkin akan kecewa. Di sini bukanlah tempatnya untuk "mencari teman sebanyakbanyaknya dan menjadikan jumlah teman sebagai benchmark tingkat kegaulan atau ke-exist-an".

Sudahkah Anda mencoba layanan Google Wave?

Adham Somantrie