Jakarta akan segera melakukan uji coba rekayasa lalu lintas dengan metode genap-ganjil, menggantikan metode 3-in-1. Tentunya harapannya adalah agar jumlah kendaraan berkurang. Tapi, apakah benar peraturan ini adil bagi pemilik kendaraan dengan pelat nomor polisi ganjil dan genap? Bagi pemilik kendaraan dengan jumlah lebih dari satu, tentunya tak jadi masalah.

Mari kita hitung. Jika setahun ada 365 hari, maka apakah benar masing-masing genap dan ganjil adalah separuhnya? Tentunya ada kelebihan 1 hari karena 365 hari tak genap. Kecuali di tahun kabisat yang ada 366 hari. Itu pun masih lama: empat tahun lagi, 2020.

Bulan Januari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober, dan Desember memiliki 31 hari dalam tiap bulannya. Artinya, ada 16 hari ganjil dan 15 hari genap setiap bulan. Dalam 7 bulan itu, maka ada 112 hari ganjil dan 105 hari genap.

Di bulan Februari, ada 28 hari. Yakni 14 hari ganjil dan 14 hari genap. Di tahun kabisat, ada tambahan satu tanggal ganjil: 29 Februari. Tapi abaikan dulu tahun kabisat.

Di bulan April, Juni, September, dan November, ada 30 hari setiap bulannya yang terbagi jadi masing-masing 15 tanggal ganjil dan genap. Dalam 4 bulan itu, maka ada masing-masing 60 hari genap dan ganjil.

Maka, dalam setahun bisa kita hitung bahwa ada 112 + 14 + 60 = 186 hari tanggal ganjil. Sementara hari tanggal genap ada 105 + 14 + 60 = 179 hari. Total 186 + 179 = 365 hari. Maka perbandingannya adalah 50.96% untuk nomor polisi ganjil, dan 49.04% untuk yang genap.

Di tahun kabisat dengan 366 hari, bahkan tanggal ganjil lebih banyak: 187 hari dalam setahun (51.09%). Jadi, pemilik kendaraan dengan nomor polisi ganjil termasuk yang diuntungkan. Kalau saya sih tak masalah dengan peraturan ini, karena kendaraan yang saya naiki tidak terpengaruh peraturan baru ini. Bagaimana dengan Anda? Termasuk pihak genap atau ganjil?