Belum ada setahun Yamaha meluncurkan bebek matik dengan teknologi injeksi bahan bakar, Mio J. Tak lama setelah peluncurannya, pada awal Maret 2012 saya membeli Yamaha Mio J CW edisi standar (bukan Mio J Teen). Dan sekarang, setelah sekitar 7 bulan setelah pembelian, lampu utama sudah putus (lampu dekat).

Padahal odometer masih menunjukkan angka 3.100-an kilometer. Penggunaan saya memang tidak banyak dan tidak jauh-jauh. Umumnya pengguna normal menjalani sekitar 10.000 kilometer dalam satu tahun. Apalagi untuk penggilas jalanan ibukota, bisa dua kali lipatnya.

Jadi, apakah normal dalam 7 bulan, tiga ribuan kilometer, lampu utama sudah putus?

Ada beberapa penyebab putusnya bola lampu yang umum: usia pakai (waktu kerja), kualitas listrik yang buruk, dan lingkungan kerja yang tidak sesuai (panas berlebihan).

Mengingat usia kendaraan yang masih belia, saya rasa alasan kualitas listrik seharusnya bisa diabaikan.

Alasan usia pakai pun saya rasa tidak relevan. 3.100-an kilometer dalam 7 bulan itu relatif penggunaan yang sedikit dibanding rata-rata motor harian di Indonesia. Fitur auto headlight on pasti akan jadi kambing hitam. Walaupun sebenarnya tidak layak disebut sebagai fitur: itu kan mengurangi fitur saklar (switch) lampu yang ada di panel setang?

Menghidupkan lampu pada siang hari tentunya akan berbeda dengan malam hari, yakni suhu lingkungan kerja bola lampu. Di siang hari, selain panas yang dihasilkan oleh bohlam, juga panas dari sinar matahari menambah panas kawat tungsten di dalam bola lampu. Kecenderungan untuk cepat putus karena suhu lingkungan kerja yang terlalu tinggi. Tapi perlu dicatat bahwa saya cenderung menggunakan Mio J pada malam hari. Jarang menggunakannya pada siang hari.

Selain itu kalau lampu tidak bisa dimatikan, kecuali saat mesin dimatikan, maka waktu kerjanya tentu akan lebih lama. Ini juga memperpendek umur lampu secara keseluruhan, karena lebih cepat mencapai masa "pensiun".

Saya sedang mempertimbangkan untuk menggunakan saklar setang kiri milik RX-King ataupun V-ixion, yang selain memiliki saklar hidup-mati lampu utama, juga memiliki tambahan saklar "beam". Dan tak lupa, saklar lampu dekat-jauh yang menggunakan tipe "ungkit", sehingga lebih mudah untuk dipindahkan dengan cepat daripada saklar tipe "geser" yang digunakan oleh seri Mio. Saklar RX-King ini sendiri sudah saya coba implementasikan di Yamaha Jupiter Z 2003 dengan hasil yang memuaskan.

Dan iya, saya sudah membawa Mio J ke bengkel saat melakukan servis rutin. Penggantian bohlam dikenakan biaya Rp. 18.000, tidak termasuk klaim garansi. Saya rasa tidak ada salahnya kalau Yamaha menggunakan bohlam yang memiliki masa pakai lebih lama walapun harganya memang lebih mahal. Minimal bisa awet setahun lebih. Supaya frekuensi pengguna untuk mampir ke bengkel lebih sedikit. Membawa motor ke bengkel itu kan makan waktu yang cukup banyak.

Yah, memang tidak seharusnya lampu ini putus hanya dalam 7 bulan, 3100-an kilometer. Adakah pengguna Mio J yang mengalami hal serupa?