Sudah lebih dari tiga tahun (hampir empat tahun) Nokia E71 menemani saya. Memang siklus teknologi semakin cepat. Yang dulunya kuat bertenaga, kini semakin layu digerogoti usia. Bahkan ketika saya sudah beralih menggunakan iPhone sebagai ponsel utama, E71 ini tetap setia menjadi sidekick. Bagi ponsel cerdas modern, tentunya E71 terlihat "bodoh", tetapi panggilan video (video call) melalui jaringan 3G tidak tersedia di ponsel cerdas modern. Tak hanya itu, adanya papan ketik fisik kerap membuat saya tidak bisa lepas dari E71. Urusan kirim pesan (messaging) selalu saya percayakan pada E71, bukan pada layar sentuh iPhone.

Namun, dua minggu menjelang lebaran kemarin, Nokia E71 kembali menunjukkan gejala buruk: baterai yang cepat terkuras. Saat usianya menjelang dua tahun, hal yang sama pernah terjadi. Baterai baru menjadi solusi permasalahannya, waktu itu. Tapi kini, solusi yang sama tidak memberikan dampak positif. Baterai tetap saja tidak bisa bertahan walaupun hanya untuk 12 jam.

Sementara tidak ada perubahan yang terjadi dalam konfigurasi ponsel. Mungkin ada masalah dengan jaringan yang membuat ponsel "bekerja lebih keras", pikir saya. Akhirnya saya mencoba untuk mematikan jaringan 3G. Tapi ternyata tidak berpengaruh banyak. Tetap tidak bisa mencapai waktu siaga (standby time) 12 jam. Lalu saya coba dengan modus pesawat terbang (flight mode) dengan asumsi pengolah sinyal jaringan tidak akan bekerja sehingga konsumsi daya akan sangat rendah. Hasilnya? Sama saja, tidak sampai 12 jam.

Dan yang paling mengesankan adalah saat mudik kemarin. Kondisi baterai masih terisi penuh sewaktu naik ke kabin pesawat. Saya sengaja mematikan ponsel, bukan menggunakan modus terbang, dengan pertimbangan untuk menghemat daya baterai. Namun ketika ponsel dihidupkan setelah satu setengah jam penerbangan, indikator baterai menunjukkan bahwa daya baterai sudah sangat lemah dan ponsel terasa panas. Padahal ponsel dalam keadaan mati.

Mungkin, memang sudah waktunya E71 ini pensiun. Tapi siapa yang akan menggantikan sang pembawa pesan ini? Ada beberapa opsi.

Nokia Care! Ya, pilihan pertama adalah memperbaiki mesin ponsel hingga kembali normal. Namun pihak Nokia Care mengatakan bahwa opsi mengganti mesin baru sudah tidak dapat dilakukan lagi. Selain karena masa garansinya sudah lama habis, stok mesin pengganti dan komponennya sudah tidak tersedia lagi.

E71 bekas bisa menjadi pilihan. Namun, ponsel bekas yang sudah berusia minimal dua tahun tentunya tidak dapat diandalkan. Selain kondisi yang kemungkinan besar tidak prima, juga bukan solusi jangka panjang. Bahkan untuk E72 sekalipun.

Suksesor, Nokia E6. Opsi ini cukup menarik sebenarnya. Dengan spesifikasi yang tentunya lebih superior, juga karena memang pengembangan dari E71, maka karakteristiknya akan mirip-mirip. Sehingga tidak akan dibutuhkan banyak adaptasi. Dan tentunya masih mengusung sistem operasi Symbian 60 yang cukup intuitif, hemat baterai, dan ketersediaan aplikasinya cukup mudah. Namun, sayangnya selain siklus produknya sudah putus (discontinued), harga yang ditawarkan juga cukup "berlebihan" untuk sekedar messenger, sekitar 3 juta rupiah.

Karena penggunaan terkait data hanya chatting dan akses internet ringan (disamping telepon, videocall, SMS, MMS), tentunya beberapa ponsel Nokia yang mendukung WhatsApp perlu dipertimbangkan. Nokia Asha 302 sempat dipertimbangkan, juga Nokia X2. Hanya saja secara spesifikasi masih di bawah E71, dan sayangnya menggunakan sistem operasi Nokia seri 40 yang pilihan aplikasinya tidak sebaik Symbian 60. Terlebih lagi aplikasi Gravity yang menjadi andalan saya untuk berkicau di twitter tidak tersedia untuk platform ini. Tapi dari sisi harga cukup menarik, tidak ada yang mencapai angka 2 juta rupiah.

BlackBerry akan menjadi produk yang sangat disarankan ketika terkait dengan fitur berkirim "pesan". Terlebih dengan aplikasi BlackBerry Messenger. Ya, memang sempat terpikir untuk menggunakan BlackBerry, hanya saja struktur harga layanan BlackBerry tidak cukup fleksibel untuk saya. Untuk menggunakan layanan penuh, sekitar 99 ribu rupiah per bulan diluar biaya percakapan. Sementara kalau menggunakan layanan "terbatas", ya jadinya memang "terbatas" pula dalam mengakses internet. Sementara dengan Nokia E71, saya paling hanya menghabiskan sekitar 100-200 MB akses data per bulan. Anggaran pulsa hanya 50 ribu rupiah per bulan sudah termasuk untuk telepon, SMS, dan sesekali MMS.

Pilihan lain adalah ponsel agak cerdas, yakni ponsel yang sudah "melek internet" alias featurephone. Beberapa sudah menarik hati: SonyEricsson txt, Motorola EX119/EX225, Samsung Chat 322. Namun, lagi-lagi tersandung masalah sinkronisasi kontak dan kalender ke Mac. Tidak seperti Nokia E71 yang lancar bersama iSync.

Android menjadi pilihan terakhir karena parameter efisiensi daya. Tapi sayangnya, setelah demam iPhone, sekarang hampir semua ponsel Android menggunakan bentuk layar sentuh penuh. Dan karena BlackBerry sudah tidak musim lagi, produsen pun sudah malas membuat ponsel dengan papan ketik fisik. Setelah menjelajah, akhirnya ada beberapa kandidat ponsel Android yang dilengkapi dengan papan ketik dan harganya cukup menarik: Motorola Fire XT311, HTC Chacha (Status), LG Optimus Pro. Ada juga beberapa yg menarik namun sayangnya belum tersedia di pasar Indonesia: Samsung Galaxy Chat, Motorola Defy Pro. Sementara Samsung Galaxy Pro dan Motorola Charm juga sempat menjadi opsi, namun versi Android yang sudah cukup usang membuat saya ragu.

Bingung.

Memang E71 ini sudah terlalu cocok dengan saya. Tapi mau bagaimana? memang sudah saatnya untuk ikhlas dan mengistirahatkan ponsel ini. Dan tentunya harus cepat mencari penggantinya, sebelum E71 benar-benar tewas dan tak tertolong sama sekali.

Ada saran?