Mungkin banyak yang mengeluh kalau anak-anak jaman sekarang itu sangat akrab dengan gawai (gadget). Ya, sebenarnya ini wajar, namanya saja generasi "digital native". Generasi millennials atau "digital immigrant" pun sebenarnya mirip. Hanya saja waktu itu bentuknya masih gamewatch dan video game seperti Nintendo dan Atari. Tapi mungkin yang menjadi permasalahan adalah porsinya. Anak saya termasuk yang sempat akrab dengan iPad untuk menonton YouTube. Namun, saya arahkan untuk menonton di televisi (dengan Chromecast). Saya pribadi lebih memilih anak saya untuk menonton YouTube dibandingkan menonton siaran televisi nasional.

Namun sekarang, yang sering terjadi adalah video YouTube ditayangkan di televisi rumah, namun anak saya lebih senang bermain dengan mainannya. Selain itu, ia juga gemar untuk berlari di luar rumah. Bukan, ini bukan paksaan dari saya agar ia gemar berlari. Tapi mungkin memang karena mencontoh orangtuanya. Tak jarang jika di pagi hari saat baru bangun, ia langsung mengajak saya untuk mengenakan sepatu dan menemaninya berlarian di luar rumah. Begitu pula di sore hari. Minggu pagi pun sering kami habiskan bersama untuk berlarian di jalan Sudirman saat car-free-day.

Karena ia gemar berlari, maka saya pun memilihkan sepatu yang memang didesain untuk berlari. Tentunya edisi balita (toddler). Alasannya agar sepatu ini dapat mendukung aktivitasnya saat berlarian, termasuk saat digunakannya ke sekolah. Saya yakin, anak saya gemar berlarian saat bermain di sekolahnya. Selain itu, sepatu lari tentunya mengurangi cidera dan risiko lain saat digunakan untuk berlari, misalnya keseleo atau lecet. Di samping itu, sepatu lari juga lebih aman dalam artian mendukung postur anak saat berlari: tidak mudah untuk terpeleset atau terjatuh.

Tapi, ya namanya anak-anak, jatuh saat bermain itu adalah hal yang wajar. Selama cideranya tidak parah. Selama ini yang terjadi saat anak saya terjatuh biasanya hanya baret-baret di sekitar dengkulnya. Saya tak pernah memarahi anak saya saat ia terjatuh. Karena saya yakin, itu adalah bagian dari proses belajar. Ia terjatuh karena melakukan kesalahan yang tidak disengaja, atau di luar pengetahuannya. Pun, kalau saya marah, saya takut nanti kemauannya untuk belajar akan menurun.

Bagaimana dengan lukanya? Ya tentunya yang namanya luka harus ditangani dengan baik. Harus dibersihkan agar tidak infeksi, dan dirawat agar cepat sembuh. Cepat sembuh, artinya ia bisa kembali berlarian lagi dengan riang gembira.

Namun, yang namanya anak-anak tentunya berbeda dengan orang dewasa saat mendapatkan luka. Mereka lebih emosional dibandingkan orang dewasa yang lebih logis. Membersihkan luka umumnya adalah proses yang penuh dengan rasa sakit. Orang dewasa akan secara "rela" menikmati rasa sakit, karena logika mereka lebih dominan: sakit di depan, untuk hasil yang lebih baik. Menjelaskan konsep ini ke anak-anak tentunya bukan hal mudah.

Alternatifnya? Hansaplast Spray Antiseptik. Produk pembersih luka ini tidak memberikan rasa perih saat digunakan. Pun, bentuknya adalah semprotan (spray), sehingga memudahkan kita dalam menggunakannya. Selain gak pake perih, ga pake rempong juga. Tidak seperti produk penangan luka lainnya, Hansaplast Spray Antiseptik ini pun bening, tidak berwarna, serta tidak berbau. Jadi tidak akan meninggalkan noda jika terkena pakaian.

Selain itu, saya seringkali menunjukkan bekas luka di kaki saya untuk "menenangkan" anak saya. Saya bilang bahwa saya pun dulu saat kecil juga sering terjatuh dan mengalami luka. Tapi, ya kita harus jadi orang yang kuat. Jika kita terjatuh, maka kita harus berusaha untuk bangkit lagi. Walau, saya juga sering memanfaatkan momen ini untuk menggenjot nafsu makan anak saya.

"Makan yang banyak, supaya lukanya cepat sembuh, jadi kita bisa lari-larian lagi!"

Alhasil, memang anak saya jadi lebih rajin makan. Mungkin bisa ditiru untuk orang tua yang anaknya malas makan. Hehehe.