Akhirnya saya mencoba untuk menggunakan wearable dari Xiaomi yang diklaim murah meriah, yakni Mi Band 2. Walau tak semurah Mi Band 1, Mi Band 2 ini ternyata cukup meriah dan fungsional. Tapi, Mi Band 2 tetap saja menjadi wearable termurah jika dibandingkan dengan produk dari produsen lain. Mi Band 2 adalah produk ketiga setelah Mi Band 1 dan Mi Band 1S. Pada Mi Band 1S, ditambahkan fitur pembaca denyut nadi. Sementara pada Mi Band 2, Xiaomi menambahkan layar OLED dan tombol kapasitif sehingga lebih informatif dan interaktif. Walau akhirnya Mi Band 2 menjadi lebih mahal jika dibandingkan kedua pendahulunya.

Oh iya, mungkin ada yang bertanya, kenapa saya pakai Mi Band?

Sejatinya, saya pernah diberikan Mi Band 1 langsung oleh Hugo Barra tahun 2014 lalu. Namun sayangnya, saya terpaksa tidak pakai karena saya sudah menggunakan Fitbit One; dan saya lebih memilih bentuknya yang berupa klip, bukan "jam tangan". Beberapa waktu yang lalu, Fitbit One saya akhirnya tewas setelah lebih dari 3 tahun saya gunakan. Sebagai penggantinya, saya mengandalkan iPhone SE dengan motion processor M9, menggunakan fitur MobileTrack pada aplikasi Fitbit.

Sayangnya, saya termasuk orang yang kurang rajin membawa ponsel. Alhasil saat di kantor dan di rumah, ponsel saya lebih banyak tergeletak di atas meja, bukannya menghitung jumlah langkah saya. Dan yang paling penting, saya membutuhkan fitur sleep tracking untuk data kualitas dan kuantitas tidur, serta fungsi alarm getar untuk membangunkan saya di pagi hari tanpa perlu mengganggu keluarga yang masih tertidur. Maka, saya putuskan untuk membeli Mi Band 2.

Oke, jelas alasan saya untuk memilih Mi Band 2 adalah karena harganya yang cukup menarik, banyak tersedia di pasaran, pun daya tahan baterainya cukup awet. No brainer. Walau lebih mahal, saya sangat menyarankan untuk memilih Mi Band 2 dibandingkan generasi sebelumnya karena ketersediaan layar OLED yang informatif. Saya sendiri sudah mencicipi baik Mi Band 1, Mi Band 1S, dan Mi Band 2 sebelumnya.

Namun jika Anda ingin menggunakan Mi Band tidak di pergelangan tangan, misalnya menggunakan klip untuk dijepitkan di saku celana, maka Mi Band 1 tampak lebih ekonomis dan efisien.

Sebagai orang yang gemar berolahraga lari (dan juga bersepeda), maka saya memiliki jam tangan GPS untuk mengukur kedua olahraga tersebut. Memang, TomTom Multisport yang saya pakai belum bisa menghitung langkah, namun bukan itu alasan utama saya untuk menggunakan gawai wearable terpisah untuk menghitung langkah. Saya tak ingin menggunakan jam tangan (yang saya pakai ketika olahraga dan berkeringat) ke kasur untuk saya bawa tidur. Sehingga, saya akan menggunakan TomTom Multisport hanya saat berolahraga. Selebihnya saya akan menggunakan Mi Band 2. Pun, ketika di rumah dan saya malas menggunakan Mi Band 2, maka gawai ini bisa saya simpan di saku celana saja karena ukurannya yang cukup kompak.

Seperti halnya Mi Band terdahulu, gawai ini perlu disandingkan dengan ponsel menggunakan koneksi bluetooth dan aplikasi Mi Fit yang tersedia untuk Android maupun iOS. Tak seperti Fitbit, Mi Band tidak bisa dihubungkan dengan komputer dan tak memiliki aplikasi dashboard berbasis web. Semua harus melalui smartphone, karena Mi Band adalah smartband.

Adanya layar OLED pada Mi Band 2 ini selain cukup informatif untuk menunjukkan waktu (saya tak perlu pakai jam tangan) dan informasi metriks lainnya (jumlah langkah, kalori, dan daya baterai), namun juga memaksimalkan fitur pengukur denyut nadi yang terintegrasi. Anda bisa melakukan pengukuran denyut nadi hanya melalui navigasi di layar Mi Band 2. Tak perlu menggunakan smartphone dan membuka aplikasi Mi Fit. Walau memang, layar ini sedikit agak sulit dibaca di bawah terik sinar matahari. Tapi, okelah.

Sejauh ini, saya membandingkan pembacaan denyut nadi Mi Band 2 dengan TomTom multisport yang disandingkan dengan HRM (heart rate monitor) di dada, hasilnya kurang lebih sama. Dengan catatan, Mi Band 2 harus digunakan dengan benar di pergelangan tangan.

Nah untuk fitur sleep tracking, saya merasakan manfaat yang cukup baik pada Mi Band 2 jika dibandingkan Fitbit One karena Mi Band 2 dapat mendeteksi secara otomatis. Pada Fitbit One, saya harus mengaktifkan sleep tracking sesaat sebelum tidur, dan mengakhirinya saat saya bangun; atau memasukkan waktu mulai tidur dan akhir tidur secara manual pada aplikasi. Dengan Mi Band 2, saya tak perlu melakukan itu semua: tinggal tidur saja.

Tapi karena otomatis, saya pun tak bisa memulai sleep tracking secara manual. Walau saya tetap bisa melakukan input secara manual di aplikasi. Salah satu hal minus di aplikasi Mi Fit adalah saya tak bisa input tidur siang atau jika saya tidur lebih dari 1 kali. Mi Band dapat mendeteksi deep sleep dan light sleep saya berdasarkan gerakan yang ditangkap sensor akselerometer. Sensor denyut nadi tampaknya tak terlalu bekerja saat sleep tracking.

Perlu diketahui bahwa Mi Band 2 hanya mencatat denyut nadi saat saya melakukan pengukuran baik secara langsung di Mi Band atau melalui aplikasi Mi Fit. Mi Band 2 tak mengukur denyut nadi sepanjang hari. Jadi jika Anda membutuhkan perangkat yang mengukur denyut nadi sepanjang hari secara otomatis, Mi Band 2 kurang tepat. Walau ada beberapa aplikasi yang bisa "memaksa" Mi Band 2 untuk melakukan hal ini.

Satu hal yang saya rasa hilang adalah floor climbed. Tak seperti Fitbit ataupun iPhone, Mi Band 2 tak mengukur berapa banyak lantai yang saya naiki (dengan tangga). Sebenarnya hal ini tidak terlalu penting, namun setelah bertahun-tahun mengukur hal ini, tentu saya merasakan jika ada yang hilang. Motivasi untuk naik tangga sedikit berkurang. Hahaha.

Untuk daya tahan baterai, Mi Band 2 perlu diacungi jempol. Fitbit One biasanya minta diisi ulang dayanya setiap seminggu hingga 10 hari. Sementara, setelah pemakaian Mi Band 2 selama 11 hari, baterainya masih tersisa 33%.

Selain untuk step counting dan sleep tracking, adanya layar OLED ini juga bisa memberikan notifikasi di Mi Band 2. Walau tak semua aplikasi bisa ditampilkan notifikasinya, tapi untuk aplikasi yang umum seperti WhatsApp, Telegram, Facebook, dan Twitter sudah didukung. Termasuk jika ada SMS dan panggilan telepon yang masuk. Khusus untuk panggilan telepon, nomor penelpon akan ditampilkan di layar Mi Band 2. Jika penelpon sudah terdaftar di buku telepon, maka nama penelpon akan ditampilkan.

Untuk Anda yang berencana menggunakan Mi Band lebih dari 1, maka segera batalkan rencana Anda. Tak seperti Fitbit yang bisa menggunakan berbagai jenis produknya untuk satu akun pengguna, aplikasi Mi Fit hanya menerima satu perangkat Mi Band saja untuk dipasangkan dengan ponsel Anda. Begitu pula jika Anda ingin memasangkan satu Mi Band ke dua ponsel: tak bisa.

Namun, tak melulu aplikasi Mi Fit dan Mi Band 2 ini minus. Salah satu nilai plus Mi Fit adalah kompatibilitas dengan platform Apple Health, sehingga data yang didapat dari Mi Band 2 seperti jumlah langkah, jarak tempuh, dan denyut nadi bisa tercatat pula ke aplikasi Apple Health di iPhone. Tak seperti Fitbit yang tak mau mengintegrasikan platformnya dengan Apple Health.

Satu lagi fitur menarik dari Mi Band 2 adalah DND (do not disturb). Dengan fitur ini, Anda dapat mengkonfigurasi Mi Band untuk tidak menampilkan notifikasi selama periode DND, misalnya saat malam hari, istirahat Anda tak akan terganggu oleh notifikasi WhatsApp atau Telegram dari grup chat Anda yang ramai itu.

Mi Band 2 ini tersedia di pasaran Indonesia dengan kisaran harga 275 ribu hingga 400 ribu rupiah saja. Tak hanya harganya yang murah, aksesoris untuk Mi Band 2 ini pun termasuk murah. Anda bahkan bisa mendapatkan strap Mi Band 2 mulai dari 20 ribuan. Saya sendiri sudah membeli tambahan strap silikon original berwarna lime langsung dari Erafone.com seharga 49 ribu saja.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Mi Band 2 ini termasuk bagus untuk harga yang ditawarkan. Jadi, kalau Anda butuh activity tracker dasar dan tak terlalu membutuhkan fitur yang spesifik; atau sekedar ingin menjajal activity tracker tanpa perlu berisiko dengan investasi yang besar, maka Mi Band 2 ini sangat layak dipertimbangkan.