Melanjutkan cerita soal ban motor dari artikel sebelumnya mengenai toko ban, kali ini saya mau cerita soal cairan anti ban bocor. Saya sendiri pertama kali menggunakan cairan ini sejak tahun 2013, saat pertama kali Mio J mengganti ban bawaan pabrik dengan aftermarket yang tubeless. Setelah 4 tahun, saya memutuskan untuk tak lagi menggunakannya saat mengganti ban depan Mio J kemarin.

Produk cairan ini cukup populer berkat rajinnya promosi dan endorsement dari toko-toko spesialis ban. Bahkan acapkali mereka mendemokan ban yang ditancapi banyak paku yang dipajang di tokonya. Terlebih, banyak ranjau-ranjau di jalanan kota yang mengganggu perjalanan para pengendara. Alhasil, secara logika, menggunakan cairan ini cukup praktis dan efektif. Padahal, dengan menggunakan ban tubeless saja sudah cukup "tahan" jika terkena paku. Ini alasan saya untuk selalu menggunakan ban jenis tubeless sejak belasan tahun lalu. Konon, cairan ini membuat menjadi lebih kebal. Setidaknya ini versi penjualnya.

Di sisi lain, cairan ini dibenci oleh para tukang tambal ban. Wajar, karena mengganggu bisnis mereka. Tapi ternyata bukan itu alasannya. Kasus yang sering terjadi adalah cairan ini membuat pentil ban menjadi tersumbat. Sehingga sulit untuk mengisi angin. Menurut mereka, dalam beberapa kasus, cairan ini juga bisa menyebabkan velg berkarat. Bisa jadi.

Yang saya alami sendiri adalah soal mampetnya pentil ban. Acapkali terjadi ban yang kempis tidak bisa saya isi angin secara mandiri di SPBU yang menyediakan angin. Ketika saya bawa ke tukang ban, keluhannya sama: pentil mampet karena cairan. Toh pada akhirnya, cairan ini malah mempersulit. Dalam setiap kasus, yang terjadi adalah saya mengganti pentil ban baru setiap ke tukang ban.

Ketika ban tubeless terkena paku, tanpa cairan pun ban tak akan kempes dengan seketika. Pengalaman saya menggunakan ban tubeless sejak 2004 pada Yamaha Jupiter Z, ban masih bisa digunakan setelah tertancap paku. Bahkan, terkadang saya tak sadar jika ban sudah tertancap paku setelah berhari-hari. Tentunya, selama paku ini belum dicabut. Jadi, cairan ini tak signifikan untuk kasus paku.

Namun bagaimana dengan ranjau berupa jari-jari, yakni logam tajam dengan lubang di bagian tengahnya seperti pipa? Pengalaman saya dengan ranjau ini, walau ban sudah diisi cairan, tetap saja ban langsung kempes seketika. Instan, hanya butuh sekian detik saja. Lagi-lagi cairan ini tak ada faedahnya.

Ada informasi yang saya dapatkan bahwa untuk memanfaatkan cairan ini dengan maksimal, ban harus diisi dengan gas nitrogen, bukan angin oksigen biasa. Konon, dengan nitrogen, maka kasus pentil mampet tak akan terjadi. Namun, selain saya belum pernah mencobanya, saya juga belum mendapati penjelasan ilmiah dan logis terkait hal ini.

Alhasil, berdasarkan pengalaman saya selama belasan tahun menggunakan ban tubeless. Tak banyak faedah yang didapat dengan menggunakan cairan ini. Manfaat tambahan yang didapat tidak terlalu signifikan, bahkan tidak terlalu dibutuhkan. Sementara isu pentil mampet ini sangat mengganggu aktivitas saya.

Jadi, apakah perlu menggunakan cairan anti-paku? Silakan pertimbangkan sendiri berdasarkan poin plus-minusnya di atas. Atau Anda punya pengalaman yang berbeda?