Pada tahun 2010, saya mewakili Bandung Blog Village (BBV) mendapat undangan untuk menerima penghargaan dari Marketeers, MarkPlus Inc. dan berkesempatan pula untuk bertemu dengan Bapak Hermawan Kartajaya, salah satu guru besar dunia di bidang pemasaran. Walau tidak pernah menjadi murid beliau secara langsung, saya belajar banyak dari buku-buku beliau, terutama untuk studi manajemen bisnis saya. Dalam kesempatan itu beliau menyampaikan bahwa saat itu dunia internet yang dihuni oleh netizen, termasuk para blogger sebagai pembuat konten, sudah memiliki dampak yang signifikan dalam komunikasi pemasaran produk.

Namun di luar teori pemasaran itu, ada satu pemaparan beliau yang menarik. Menjelang akhir acara, beliau memutarkan sebuah tembang lawas yang indah karya John Lennon, salah satu personil dari The Beatles: Imagine. Dalam tembang tersebut, John mengajak kita membayangkan sebuah dunia yang indah dan damai tanpa adanya perbedaan dan pengelompokkan yang memisahkan kita.

Imagine there's no heaven [...]

Imagine there's no countries [...]

And no religion, too [...]

Imagine no possessions [...]

Imagine all the people sharing all the world... You... [...]

I hope someday you'll join us and the world will live as one.

Pak Hermawan saat itu berkontemplasi, apakah mungkin dunia yang dimaksud oleh John Lennon ini adalah internet? Di mana ada dunia tanpa batas negara, semua orang punya akses yang sama ke internet (di luar permasalah akses fisik, kecepatan, dan kuota tentunya). Setiap orang adalah setara di internet, tak ada diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, dan status sosial ekonomi. Sungguh indah.

Saya setuju dengan Pak Hermawan kala itu. Bahkan sampai sekarang; namun berlaku untuk masa itu. Saat di mana internet, terutama blog dan media sosial layak untuk dinikmati, baik untuk hiburan, sumber informasi, berita, bahkan untuk studi dan riset.

Namun untuk tahun 2016 ini, tentunya sudah berbeda. Atmosfir internet, terutama di Indonesia sudah tercemar dengan kericuhan antar kelompok pasca pemilu dan pilkada. Imagine there's no countries? Pemerintah dari berbagai negara termasuk kemenkominfo sudah turut campur tangan untuk menyaring akses informasi di internet. Termasuk juga mengatur bisnis beberapa layanan internet seperti musik dan video global.

Banyak pengguna internet Indonesia yang kerjanya hanya berdebat hingga ribut karena perbedaan pendapat. Bahkan isu sensitif seperti suku, ras dan agama menjadi bahan bakar untuk menyulut api keributan, bahkan meretakkan persatuan. Berkomunikasi dengan orang yang tidak segolongan tak lagi nyaman. Bukankah tadi kita bermimpi bahwa internet menjadi dunia yang datar, yang setara bagi setiap penggunanya?

Bahkah kita sudah sampai tahap di mana situs berita pun tak lagi dipercaya. Pertemanan pun putus hanya karena perbedaan pendapat yang tak terlalu esensial. Padahal, di dunia nyata belum tentu bisa bertemu, sehingga internet menjadi salah satu alternatif untuk bersilaturahmi. Cita-cita internet sebagai pemersatu bangsa pun dipertanyakan.

Walau tentunya ada sisi positifnya juga. Mulai dari biaya akses internet yang semakin terjangkau dan cakupan layanan internet yang semakin luas, hingga kualitas layanan yang juga semakin baik.

Maaf Pak Hermawan, mimpi kita tampaknya hanya berlangsung dalam hitungan beberapa tahun saja. Masyarakat kita yang heterogen ternyata tak seluruhnya memiliki jiwa kebhinnekaan. Mungkin, masyarakat kita memang belum siap dengan teknologi ini, Pak.

Ketik AMIN dan SEBARKAN!

Kredit: Komik Imagine dari Stanley Colors.