Akhirnya, sesuai prediksi saya di awal tahun, Samsung benar-benar memproduksi ponsel cerdas tanpa Android: Samsung Z. Tentunya, Samsung mencoba untuk mandiri dengan sistem operasi yang dikembangkannya, Tizen. Samsung Z memang belum tersedia di pasar saat ini, tapi sudah menjadi indikasi Samsung untuk mengurangi ketergantungannya pada Google.

Produk yang masih baru bukan berarti cupu. Walaupun Samsung Z menggunakan platform yang baru, tapi bagaikan kembaran Samsung Galaxy S5 yang menjadi produk flagship. Layar 4.8 inci AMOLED 720p, kamera 8MP, dan prosesor Qualcomm Snapdragon 2.3GHz tentunya bukan main-main. Tak mau kalah dengan Galaxy S5, Samsung Z juga punya sensor sidik jari dan sensor detak jantung (heart rate monitor) pula.

Yang menjadikan Samsung Z sebagai serigala berbulu domba tak lain adalah dari sisi pengalaman pengguna. Baik tampilan fisik maupun user interface sangat mirip dengan Galaxy S5 yang mengusung Android berbumbu TouchWiz. Walaupun tidak sama plek-ketiplek, konsep desain yang diusung Samsung Z persis dengan Galaxy S5, hanya saja lebih boxy. Baik penempatan logo, tombol, warna casing, hingga material yang digunakan sama dengan produk Android dari Samsung.

Manufacturer customization menjadi salah satu amunisi Google dalam memasarkan Android. Sehingga setiap produsen bisa membuat tampilannya sendiri yang berbeda dengan produsen lain. Tapi juga bisa menjadi senjata makan tuan dalam kasus Samsung Z. TouchWiz yang digunakan dalam jajaran Android Samsung pun diterapkan di Samsung Z. Sekilas, antarmuka (user interface) Samsung Z dan jajaran Galaxy tak ada bedanya. Tak cuma kulit (skin/themes) tapi secara konsep navigasi pun sama persis.

Aplikasi khas Samsung yang umum didapati di Android jajaran Galaxy pun dijejalkan di Samsung Z: S-Health, S-Voice, dan S-Translate. Tentunya dengan tampilan yang sama. Tak ada perbedaan signifikan antara memakai Samsung Z dengan Samsung Galaxy. Nah!

Ketika Android dengan bumbu TouchWiz memiliki rasa yang sama dengan Tizen berbumbu TouchWiz, maka pengguna tak lagi menghiraukan apakah ponselnya Android atau Tizen. Tentunya dengan pengecualian secara teknis. Toh, pembeda Android lansiran Samsung dengan produsen lain salah satunya adalah TouchWiz. Pembeli memilih Samsung pada akhirnya karena adanya TouchWiz yang memberikan pengalaman berbeda, bukan karena Android-nya. Saat Android ditukar "secara diam-diam" dengan Tizen, selama pengalaman pemakaian tidak berubah (karena masih menggunakan TouchWiz), maka pengguna tak akan peduli.

Salah satu pembeda tentunya ketiadaan Google Play Store di Samsung Z karena memang berbasis Tizen, bukan Android. Samsung mungkin sudah berusaha mematangkan platform Tizen, tapi memang pengembang aplikasi juga perlu dipupuk agar ekosistem Tizen lebih cepat matang untuk pasar sesungguhnya. Sekarang tinggal bagaimana Samsung merangkul para pengembang. Tapi karena aplikasi Tizen dibangun dengan standar HTML5 yang sudah umum, harusnya Tizen cukup ramah bagi pengembang.

Samsung sudah berhasil mempersiapkan landasan untuk lepas dari ketergantungan Android. Apalagi kalau nanti Samsung berhasil melakukan transisi Android ke Tizen dengan mulus: tak ada yang peduli lagi apakah ponsel Samsung yang dipakai adalah Android atau Tizen. Ujungnya, Samsung akan bisa berdiri sama tinggi dalam bersaing dengan Apple: memproduksi ponsel cerdas secara total baik dari perangkat keras, perangkat lunak, hingga layanan pendukungnya — bahkan termasuk manufacturing.

Bagaimana? Apakah Anda tertarik untuk mencoba Tizen?