Tahun 2012 ini Adidas kembali menggelar lomba lari di lima negara Asia Tenggara bertajuk Adidas King of the Road (KOTR). Sama seperti KOTR Indonesia 2011 yang diadakan di Ancol, KOTR 2012 kembali memperlombakan kategori jarak 5K, 10K, dan 16.8K. Hanya saja tahun ini lokasi lomba dipindah ke Bumi Serpong Damai (BSD).

Tahun ini saya kembali mengambil jarak 16.8 kilometer (men closed) dengan harapan bisa mempertajam catatan waktu dan mengejar target optimis tahun lalu. Pun, tahun ini Lia ikut berpartisipasi di kategori 10K. Ya, lomba ini memang sudah dua minggu lalu diadakan (16/09), dan baru sekarang sempat ditulis di blog.

Karena lokasi lomba yang jauh dari pusat kota Jakarta, tentunya persiapan pun lebih dini. Pihak panitia mempersiapkan bis antar-jemput (shuttle) dari beberapa titik di ibukota, salah satunya di FX Mall. Ada dua bis yang disediakan di masing-masing titik: keberangkatan 03.15 dan 03.30 WIB. Untuk mengejar bis ini, tentu saya harus bersiap lebih dini lagi. Pukul 02.00 sudah bangun, mandi, dan bersiap-siap. Lalu mencegat taksi, mampir menjemput Lia, dan tiba di FX sekitar pukul 03.00.

Sarapan saya lakukan di dalam bis saat perjalanan menuju lokasi lomba. Hanya beberapa potong roti, sebuah pisang, dan susu cair kemasan kotak. Mengingat jadwal yang sangat dini hari ini. Tentunya perlu istirahat dan tidur yang sangat cukup. Padahal, pada Sabtu (15/09), sehari sebelum lomba saya mesti ke kampus di Bandung untuk menemui dosen. Alhasil, selama dalam perjalanan pergi dan pulang (Jakarta-Bandung-Jakarta) di mobil travel saya menfaatkan untuk tidur.

Rombongan bis pertama dari FX tiba di Green Office Park BSD sekitar pukul 04.00. Tampak beberapa peserta sudah tiba dan sedang melakukan persiapan: baik itu mengganti kostum, urusan toilet, hingga peregangan (stretching) dan pemanasan (warming up).

Untuk tahun ini, urusan toilet lebih baik. Di area acara, disediakan banyak sekali toilet portabel. Tak hanya itu, di beberapa titik sepanjang rute lomba juga disediakan beberapa unit toilet portabel untuk peserta yang membutuhkannya saat lomba berlangsung. Jarang-jarang ada yang seperti ini di Indonesia.

Yap! Ini adalah debut Nike+ SportWatch saya yang baru. Memang lari jarak jauh (long run) menjadi lebih tenang jika menggunakan pemantau detak jantung (heart rate monitor). Mungkin untuk ulasan (review) Nike+ SportWatch akan saya tulis di artikel tersendiri.

Sejak latihan geladi resik KOTR 16.8 km saat mudik lebaran kemarin, saya memang tidak banyak latihan. Seminggu setelah latihan itu saya mengalami cidera lutut sewaktu TNR (Thursday Night Run) 30 September 2012. Istirahat seminggu, cidera lutut kembali kambuh di TNR minggu berikutnya (06/09). Alhasil, lutut menjadi momok tersendiri menjelang perlombaan. Saya pun kembali menggunakan Nike Air Max Turbulence+ demi bantalan (cushion) yang super empuk agar beban lutut sedikit berkurang.

Pukul 05.00 para peserta sudah ramai di belakang garis start. Terutama yang mengambil kategori 16.8K karena memang dijadwalkan untuk memulai lomba terlebih dahulu sebelum kategori 10K dan 5K. Kurang lebih sekitar pukul 05.30, Ibu pejabat daerah setempat (walikota) mengibarkan bendera balap (chequered flag) tanpa lomba dimulai. 1 km saya lalui tanpa masalah, bahkan dengan pace (waktu tempuh) yang lebih baik daripada biasanya.

Namun apa daya. 10 hari ternyata belum cukup. Proses pemulihan itu butuh waktu lebih lama lagi. Melintasi tanda 1 km dengan sinar matahari yang baru terbit, lutut saya kembali cidera. Aw, nyeri!

Akhirnya saya melanjutkan lomba dengan berjalan kaki sambil menahan rasa nyeri di lutut. Sedikit menyesal saya tidak menempelkan koyo di kaki sebelum berlomba.

Selama berjalan kaki, tentunya akan banyak sekali pelari yang mendahului saya. Saya harus banyak mengucapkan terima kasih kepada teman-teman pelari yang sempat-sempatnya menghampiri saya dan menanyakan apakah saya mengalami cidera. Itu menjadi salah satu dorongan moral.

Sesekali saya memaksakan untuk berlari. Tak jauh, tak sampai 100 meter dan saya kembali berjalan karena sakit. Sampai di penanda kilometer keempat, saya pikir "ini baru seperempat lomba, tidak mungkin berjalan kaki 12,8 kilometer lagi, pasti cut-off." Sepertinya memang harus menyerah dan menuju garis finish dengan bantuan tim medis.

Menuju penanda kilometer kelima, sudah banyak pelari lain yang mulai kehabisan stamina dan memperlambat larinya. Saya coba untuk mengikuti dan akhirnya saya menemukan gaya berlari yang aneh: berlari dengan satu kaki. Ya, benar-benar aneh. Berlari seperti orang pincang. Yang anehnya lagi, sakit di lutut kanan saya sedikit berkurang. Aneh! Walaupun saya tetap saja meringis menahan nyeri sepanjang lomba.

Dan akhirnya saya mencoba meneruskan lomba "dengan satu kaki". Tentunya, karena beban yang tidak seimbang, kerja kaki kiri jauh lebih berat. Memang dengan gaya berlari yang aneh itu, sepertinya tak sedikit orang yang memandang saya dengan aneh. Meringis menahan nyeri, saya tak sempat memperhatikan orang-orang itu. Tapi, teman-teman IndoRunners yang melihat saya justru malah memberikan dorongan semangat. Tak ada alasan untuk tidak finish selain cut-off time. Dalam beberapa kilometer terakhir, saya pun mengulang-ulang lagu Kelly Clarkson di iPod shuffle: What Doesn't Kill You Make You Stronger!

Yap, saya menuntaskan lomba dengan gaya berlari yang aneh itu. Walaupun catatan waktu jauh menurun dibandingkan saat latihan dan lomba tahun lalu, 2:28:43!

Ya, medali penamat (finisher's medal) kali ini penuh dengan drama rasa sakit dan air mata. Salah satu yang menginspirasi saya untuk terus berlari hingga garis finish adalah Oscar Pistorius: pelari yang kakinya diamputasi namun bisa bersaing di Olimpiade London 2012. Impossible is nothing kan?

Pesan moral yang bisa diambil (halah!) adalah, latihan menjelang lomba itu memang perlu. Tapi perlu diingat, yang paling penting adalah lombanya. Jangan sampai terlalu berlebihan (overtrain) sehingga membuat tubuh kita semakin tidak siap untuk lomba. Jangan sampai seperti saya: catatan waktu saat latihan lebih cepat daripada saat lomba. Hahaha

Kembali ke lomba. Posko air minum (water station) terpantau konsisten setiap 2 km dengan pilihan air mineral dan minuman elektrolit (100 Plus). Bahkan hingga melintasi garis finish, air minum FuelBelt R20 saya tidak habis. Tak lupa, petugas posko air minum pun menawarkan dengan ramah, lengkap dengan senyuman. Top!

Sistem pencatatan waktu (timing) mirip dengan tahun lalu, menggunakan RFID yang ditempel di bib. Tapi kali ini diklaim menggunakan sistem dari MyLaps, sistem yang sama dengan yang digunakan pada Boston Marathon. Sehingga memungkinkan para peserta untuk mengetahui waktu bersih (nett/chip time).

Kekecewaan saya pada KOTR 2011 adalah penjaga lintasan (race marshall) yang menghilang sebelum cut-off time. Tahun ini, penjaga lintasan lebih berdedikasi. Hingga saya menamatkan lomba (dua setengah jam), para penjaga dengan setia menjaga di sepanjang lintasan.

Kualitas lomba sangat memuaskan. Apalagi setelah melintasi garis finish, penamat disajikan minuman dan buah pisang sesuka hati (sesuai kapasitas tangan sih) setelah mengambil medali.

Sayangnya saya tidak bisa banyak bergabung dengan keriuhan para penamat. Setelah menamatkan lomba, berjalan pun saya terpaksa harus dibantu oleh Lia. Hanya ikut beberapa sesi foto bersama teman-teman, dan lebih banyak duduk terkapar sambil menatap nanar lutut yang nyeri. Tentunya, saya kembali menggunakan knee support chronic phase yang memang saya gunakan selama masa pemulihan (recovery). Yang ada di pikiran saya cuma satu: lutut ini tidak boleh cidera di lomba selanjutnya. Saya harus mengistirahatkan lutut ini sampai benar-benar sembuh. Saya tidak ingin lomba besar selanjutnya "gagal" lagi.

Selamat untuk panitia dan penyelenggara lomba KOTR 2012. Semoga kualitas lomba seperti ini bisa terus dipertahankan. Kalau perlu, ditingkatkan lagi. Insya Allah, tahun depan saya akan memecahkan rekor pribadi tahun 2011. Ya, mudah-mudahan tanpa cidera!

Sampai jumpa di Standard-Chartered Half-Marathon Indonesia 2012!

Adham Somantrie