Melanjutkan kenekatan saya, pada Minggu (08/01), sehari setelah melaksanakan Mega Kuningan Half Marathon, saya bersama rekan-rekan Indo Runners melakukan trail run di Tangkuban Parahu, Jawa Barat.

Berangkat saat subuh bersama-sama dengan segerombolan pelari IndoRunners cabang Jakarta lainnya, lalu berkumpul dengan pelari IndoRunners cabang Bandung sekitar jam 08.00 di Pasteur Hyper Point, Bandung. Selain pelari dari Bandung, Bogor, Jakarta, dan sekitarnya, ternyata ada juga partisipan mancanegara: Lui Dwen-Tjin dan Leong Li-Shan, mahasiswi asal Malaysia yang sedang menimba sumur ilmu di Unpad.

Setelah acara sambut-sambutan dan silaturahmi, seluruh partisipan bersiap-siap. Saya dan beberapa pelari lainnya menyempatkan diri untuk sarapan. Walaupun saya hanya menemui lontong (polos, benar-benar hanya beras dibungkus daun) dan gorengan khas Indonesia. Tentunya tak lupa berfoto.

Sesampainya di Tangkuban Parahu, partisipan sedikit terkejut dengan cuaca yang sangat tidak bersahabat. Saya dan beberapa rekan bahkan sempat tidak berani keluar dari mobil karena hujan, udara dingin, dan angin yang kencang sekali. Badai. Mengerikan!

Tapi untuk apa saya bangun pagi-pagi dan berangkat jauh-jauh dari Jakarta? Setelah membeli jas hujan warna pink, kami berlima pun sepakat untuk keluar mobil dan menghadapi cuaca.

Memang kekuatan pikiran itu  lagi-lagi memegang peranan penting. Dengan niat yang kuat, alhasil cuaca buruk pun tidak menjadi masalah yang besar dalam lari kami.

Kilometer pertama tidak menjadi masalah yang besar. Sudut tidak terlalu curam, hanya tanjakan landai dengan medan yang berbatu. Apalagi hujan sudah mulai reda, sehingga kami bisa melepas jas hujan dan bergerak lebih leluasa tanpanya.

Namun, semua berubah setelah memasuki kilometer kedua. Bebatuan indah dengan jalanan landai sirna. Tergantikan dengan bukit berbatu nan terjal. Sangat terjal. Belum lagi terpaan angin kencang yang selain meniupkan suhu rendah, juga menggoyahkan pijakan kaki para partisipan.

Setelah tanjakan berbatu, trek kembali menurun. Kali ini cukup terbantu dengan banyaknya tumbuhan yang melindungi para pelari dari terpaan angin. Walaupun karena hujan sebelumnya, tentu saja trek menjadi berlumpur, dan pastinya licin. Jika sebelumnya di medan berbatu saya masih bisa leluasa bergerak dengan sepatu Adidas ClimaCool Ride yang ringan dan fleksibel, namun untuk trek licin sepatu ini tidak banyak membantu. Terlebih di turunan. Tak sedikit korban yang terpeleset dan terjatuh, tapi untungnya tidak ada yang terluka parah, hanya lecet-lecet saja.

Setelah menyusuri turunan yang menantang itu, tibalah para peserta di titik henti berikutnya: di bibir kawah! Silakah menikmati video berikut.

Trek pun selesai di titik awal: parkiran mobil. Total jarak sekitar 4 hingga 5 kilometer yang ditempuh secara berjamaah selama 1 jam 20 menit.

Tak cukup sampai di situ. Beberapa partisipan merasa "kurang", apalagi pelari jalan raya. Begitu melihat aspal, mereka secara impulsif memutuskan untuk turun dari parkiran kawah ke gerbang depan dengan berlari. Tidak mau menumpang mobil.

Ya, ya, ya. Saya hanya berlari seperempat jalan, sisanya menumpang mobil. Hahaha. Tentunya setelah menghajar half-marathon dan bongkahan batu Tangkuban Parahu, kekuatan kaki sudah mulai ringkih. Selain itu, sudut jalanan cukup curam, membuat saya sulit untuk menjaga kecepatan berlari. Tentunya ini bisa berdampak buruk terhadap kaki kalau tidak kuat. Jadi, belum tentu jalanan menurun itu menarik bagi pelari.

Hal yang perlu diperhatikan untuk lari trail ini adalah outfit. Penggunaan sepatu tentunya sangat disarankan yang memang jenis trail agar sesuai dengan karakter trek. Saya menggunakan sepatu "jalan raya" yang memang cenderung rata, sehingga tidak banyak membantu di medan licin. Namun, kalau hanya bebatuan dengan medan yang landai, tak ada masalah selama tidak turun hujan. Juga pilih sepatu yang cukup tahan air, karena tidak nyaman berlari dengan sepatu dan kaos kaki basah.

Jaket juga perlu dipertimbangkan. Untuk suhu rendah mungkin ketahanan orang bisa berbeda. Saya masih bisa merasa cukup nyaman hanya dengan menggunakan kaos IndoRunners dan celana pendek. Namun jika turun hujan, tetap perlu jaket yang tahan air. Atau, ya pakai jas hujan.

Namun leher dan kepala saya yang tidak kuat terhadap suhu dingin tersebut. Hal ini bisa menyebabkan pusing serta membuat otot leher menjadi kaku. Jadi saya perlu mempertimbangkan tutup kepala untuk trail berikutnya.

Nutrisi dan logistik juga perlu. Carbo loading dan sarapan sebelum berlari. Karena udara dingin, kadang kita juga perlu kalori tambahan. Energy bar atau pisang juga boleh untuk cemilan di tengah perjalanan. Air minum untuk menghindari dehidrasi. Memang terkesan rutenya pendek, hanya 5K. Namun waktu tempuh yang hampir satu setengah jam juga perlu diperhatikan.

Dan yang pasti, pemanasan (warm-up) dan peregangan (stretching) menjadi sangat perlu untuk suhu dingin dan trek ekstrim ini. Jadi, tidak boleh bandel dan malas untuk pemanasan.

Setelah berhasil menyelesaikan tantangan, kontingen IndoRunners melanjutkan dengan makan siang berjamaah di daerah Punclut.

Terima kasih untuk teman-teman IndoRunners cabang Bandung yang telah mengorganisir acara ini dan mengundang kami. Dan tentunya kami dari IndoRunners cabang Jakarta akan menyambut dengan tangan terbuka jika ada pelari dari luar kota yang ingin bergabung dengan lari jalan raya bergaya urban khas Ibukota.

— Adham Somantrie.

Catatan: Foto-foto diambil oleh Aki Niaki, Bu Yustrida, dan Om Wailan. Video diambil oleh Bu Yustrida.