Sejak pertama kali mulai berlari sebenarnya saya terinspirasi Nike+ Human Race dan bercita-cita untuk berpartisipasi pada Nike+ Human Race 10K di Singapura. Namun, karena tahun 2011 ini tidak ada lagi Nike+ Human Race, maka saya pun berpaling ke Standard-Chartered Singapore Marathon 2011.

Saat mendaftar pada Mei 2011, saya belum pernah menamatkan satu pun lomba lari 10K. Tetapi saya yakin karena masih ada waktu hingga Desember 2011 untuk berlatih. Milo Jakarta 10K 2011 menjadi lomba 10K pertama saya, yang disusul dengan Adidas King of The Road dengan jarak 16.8K. Pencapaian 16.8K ini sebenarnya membuat saya berpikir ulang mengapa saya hanya mengambil kategori 10K untuk SCSM 2011.

SCMS 2011 ini merupakan lomba internasional pertama yang saya ikuti. Karena bukan 10K yang pertama dan bukan jarak terjauh saya, maka saya menetapkan target catatan waktu terbaik pribadi (personal best timing) pada lomba kali ini, 1:10:00. Pencapaian sebelumnya masih berkisar antara 1:16:00 hingga 1:26:00.

Berangkat dari Jakarta pada Sabtu (03/12) dengan penerbangan jam 7 pagi. Saat proses imigrasi, bertemu dengan Mas Didiet plus Mbak Tutik dan juga Mas Rustaman yang ternyata mereka satu penerbangan dengan saya. Setibanya di Changi, ternyata ada Mas Anton juga yang sudah tiba terlebih dahulu dengan penerbangan yang berbeda. Dengan MRT kami berlima pun menuju tempat pengambilan paket lomba (race pack). Walaupun sedikit nyasar, akhirnya kami pun tiba di Marina Bay Sands Expo. Selain nomor dada (bib) yang dilengkapi dengan RFID, juga ada singlet Asics seragam resmi lomba dan beberapa merchandise dari sponsor.

Adidas ClimaCool Ride yang belum genap berusia seminggu menjadi andalan untuk menyentuh aspal jalanan Singapura dalam lomba kali ini. Untungnya sepatu ini sudah saya ujicoba terlebih dahulu, sehingga saya pun sudah mempersiapkan Hansaplast untuk mengakali kaki lecet dan melepuh (blistered).

Berangkat dari penginapan sekitar pukul 05.30 SGT, saya mendapati isi MRT adalah para pelari SCSM 2011. Saya pun bertemu dengan Mia di stasiun Dhoby Ghaut yang kebetulan sama-sama mengambil kategori 10K sehingga bisa bersama-sama saat menitipkan tas dan menuju garis start di Esplanade Bridge.

Bersama Oki, Bertha, Mia, Gede, Rico kami berhasil mendapat posisi start di depan. Walaupun ternyata posisi terdepan diisi oleh kalangan terbatas (VIP). Tentu saja, start terdepan tidak berarti finish terdepan. Tercatat 12.047 peserta untuk kategori 10K. Ternyata start dilakukan dalam beberapa tahap (batch). Beruntung kami start di tahap pertama pada 07.15 SGT, selain selisih waktu antara chip time dan gun time yang tipis, juga cuaca sejuk karena relatif masih pagi.

Dengan target 70 menit untuk 10 km, tentu saya dapat dengan gampang mengukur kecepatan lari: 7 menit per km. Hanya sayangnya, karena sedikit kecerobohan, armband miCoach tertinggal di Jakarta sehingga saya tidak bisa membawa serta iPhone untuk berlari. Artinya, tidak ada musik dalam lari kali ini. "Run without tunes" kata Rian sembari menertawakan keteledoran saya. Tanpa iPhone saya juga tidak bisa melacak rute lari saya menggunakan GPS.

Berlari bersama dengan ribuan pelari, tentunya akan membuat adrenalin meningkat. Konsekuensinya ada 2: semakin terpacu untuk kencang; dan, detak jantung menjadi lebih cepat, yang membuat kita lebih cepat letih. Namun sorakan semangat (cheers) dari para sukarelawan yang kebanyakan adalah gadis belia tentunya benar-benar membangun semangat. Belum lagi Rian yang saat itu menjadi coach dadakan yang terus memaksa saya untuk terus berlari mengejar catatan waktu terbaik.

Alhasil, menjelang garis finish, tampak jam digital Seiko besar yang menunjukkan waktu saya tinggal beberapa detik saja untuk mengejar target. Alhamdulillah, saya berhasil melintasi garis finish dengan catatan waktu 1:09:59. Satu detik lebih cepat dari target. Waktu bersih (chip time) tentunya lebih cepat, walaupun hanya berbeda 2 detik saja. Tidak sia-sia saya sudah mengeluarkan biaya dan datang jauh-jauh, semua terbayarkan ketika berhasil memecahkan rekor pribadi dan tentunya meraih medali penamat (finisher medal).

Sedikit kabar buruk adalah mengenai area acara di The Padang yang becek karena hujan yang menyirami Singapura malam sebelumnya. Tak ayal, sepatu yang baru saja menyelesaikan lomba pertamanya dipaksa bermain dengan lumpur demi menghampiri tenda pengambilan medali dan konsumsi. Yuck! Urusan mencuci sepatu sesampainya di Jakarta memang menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan.

Lomba yang disusun serta diatur dengan apik dan juga eksekusi yang baik memang memberikan pengalaman yang mengesankan bagi partisipan. Dengan dukungan sponsor dan juga pemerintah, lomba pun berjalan lancar. Lebih dari setengah hari, sebagian jalanan di Singapura ditutup untuk penyelenggaraan lomba lari ini. Bahkan MRT beroperasi di luar jam normal khusus untuk lomba ini. Ah, kapan di Indonesia bisa seperti ini? Oktober kemarin saja lomba lari Standard-Chartered Indonesia Half-Marathon yang diadakan di Ragunan pesertanya hanya ratusan orang saja untuk kategori 21K dan 10K. Sementara SCSM 2011 tercatat sekitar 65.000 peserta untuk keseluruhan kategori, termasuk kid dash.

Saya kembali ke Jakarta pada keesokan harinya, penerbangan pada Senin (15/12) siang yang sudah disamakan dengan Mbak Nitta plus Bang Edo. Tapi ternyata, Mia dan Allan pun menggunakan penerbangan yang sama. Pun, lagi-lagi Mas Didiet dan Mbak Tutik. Ditambah lagi, Mas Heru dan beberapa rekan dari SCB juga bergabung di penerbangan yang sama! Kabin pesawat siang itu pun ramai dengan para peserta SCSM 2011.

Sampai jumpa di BII Maybank Bali Marathon, April 2012 mendatang!

— Adham Somantrie.