Situs pertemanan atau situs jejaring sosial bukanlah hal yang aneh untuk saat ini. Sebagian besar pengguna internet bergabung di sana. Bahkan situs-situs "biasa" pun menambahkan "fitur pertemanan" antar anggota untuk menampilkan data situs tersebut sesuai dengan "kondisi sosial" penggunanya.

Seandainya situs Plurk, Facebook, Friendster, ataupun Twitter mengalami perbaikan (under maintenance), banyak pengguna yang mengeluhkan bahkan hingga protes. Dan tidak sedikit yang berujar: "udah dikasih gratis kok masih protes?"

Layanan-layanan situs sosial tersebut disediakan secara gratis untuk digunakan. Untuk operasional dan perawatan tentu saja dibutuhkan biaya. Dengan memberikan layanan secara gratis, tentunya dana tersebut perlu dicari dari luar pengguna: misalnya iklan atau sponsor. Namun bagaimana jika situs tersebut menarik bayaran ke penggunanya?

Menarik bayaran ke pengguna adalah keputusan yang sangat masuk akal, tetapi dengan resiko tinggi: ditinggal para pengguna.

Tentu saja, tidak semua orang mau membayar untuk menjadi anggota. Apalagi situs tersebut dianggap tidak produktif: uang yang dikeluarkan tidak sebanding dengan apa yang didapat. Jelas, ini mengurangi populasi pengguna layanan.

Anggap saja biaya langganannya cukup murah dan terjangkau. Untuk kelas internasional, mungkin hanya sekitar 10-50 USD per tahun. Mungkin untuk kondisi ekonomi Indonesia, angka tersebut masih dirasa mahal. Tetap saja "menghalangi" orang untuk menggunakan layanan tersebut. Apalagi dengan prinsip "kalau bisa gratis, kenapa mesti bayar (walaupun murah)". Selain itu, juga ada orang yang mampu dan mau membayar untuk berlangganan layanan, namun terhalang secara teknis: tidak bisa melalukan pendaftaran atau pembayaran. Misalnya, pembayaran harus dibayar dengan kartu kredit atas nama sendiri, sementara (calon) pengguna tersebut tidak memiliki kartu kredit.

Selain menghalangi pengguna secara langsung, juga membuat situs tersebut menjadi eksklusif. Ketika situs itu eksklusif, tidak banyak orang di dalamnya, tentu saja banyak orang yang malas bergabung: situs sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan sosial, yakni mencari teman.

Namun, jika situs dijalankan dengan swadaya dan swadana, tentu saja pemilik situs menjadi terbebani. Mungkin awalnya hanya proyek pribadi, hanya untuk memuaskan batin, tetapi ketika situs tersebut membludak dari sisi pengguna, dibutuhkan infrastruktur yang bagus untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan yang sangat banyak itu.

Jalan tengah. Yakni konsep "setengah berbayar". Dimana situs tersebut memberikan layanan secara gratis bagi pengguna. Namun memberikan pilihan berbayar dengan menawarkan fitur-fitur tambahan atau kapasitas yang lebih besar. Misalnya Flickr: memberikan layanan penyimpanan foto secara gratis kepada semua orang, namun menawarkan Flickr Pro seharga 24.90 USD per tahun dengan memberikan fitur tambahan dan kapasitas yang jauh lebih besar.

Atau, Anda bisa memasang tempat iklan di situs Anda, dan iklan hanya ditampilkan kepada pengguna layanan gratis. Iklan tidak akan ditampilkan kepada pengguna berbayar.

Siapkah Anda untuk membuat situs layanan di Indonesia secara gratis?