Entah kebetulan, sedang musim, atau hanya perasaan saya saja. Industri musik di Indonesia sedang dalam titik terendah dakam satu dekade terakhir. Beberapa orang menyatakan kualitas musikalitas industri musik (dan juga tentunya selera pasar) Indonesia pasca Peter Pan mengalami kemunduran.

Baiklah, kembali ke topik awal. Kebanyakan produk industri musik Indonesia hanya menjual nama saja. Bisa kita lihat, beberapa musisi yang sudah memiliki reputasi tinggi membentuk band baru. Namun, tetap saja menggunakan nama sang musisi tersebut untuk nilai komersial. Formatnya standar, "musisi dan bandnya": Andra and The Backbone, Steven and Coconutreez, Yovie and The Nuno, Ahmad Dhani feat. The Rock, Bondan feat. Fade 2 Black, Syahrani and Queensfireworks, Maia and The Queen's Army, dan beberapa lainnya.

Jika memang percaya dengan kualitas musiknya, mengapa band tersebut tidak yakin (percaya diri) dengan identitasnya sendiri — tanpa perlu menunggangi popularitas sang musisi senior?

Mungkin saja, band tersebut adalah proyek pribadi sang musisi senior tersebut. Dalam artian, musisi senior tersebut yang merancang, mengendalikan, dan mengkonsep materi band tersebut — sementara personil lainnya hanya bertugas sebagai eksekutor (player). Jika begitu adanya, mengapa mencantumkan "and the band", bukankah lebih baik disebutkan nama musisinya saja? toh, hanya dia yang "benar-benar bekerja".

Sebagai contoh, bisa kita lihat Ari Lasso. Dalam album perdana dan sekuelnya, Ari Lasso tidak membawa nama band-nya dalam menjual album. Walaupun bisa kita lihat, di dapur rekaman album tersebut banyak sekali musisi-musisi senior di dalamnya — termasuk personil dan mantan personil Dewa 19. Musisi-musisi senior tersebut hanya bekerja "di dapur rekaman". Untuk kepentingan panggung publik, Ari Lasso memiliki band sendiri — Ari Lasso Band — yang pada saat itu hanya bertugas sebagai eksekutor.

Apa mungkin saat itu belum ada tren seperti saat ini? Sehingga Ari Lasso tidak menggunakan "Ari Lasso and The something Band".

Oke, mungkin mereka semua benar-benar bekerja. Mereka berbagi tugas. Setiap personil memiliki kontribusi yang cukup besar dalam proyek band tersebut — ya, sang musisi senior wajar jika berkontribusi lebih. Jika begini, mengapa tidak menggunakan nama bandnya saja tanpa tambahan nama sang musisi tersebut? bahkan di depan!

Toh, tampaknya pada saat ini, prestasi industri musik Indonesia adalah tergantung kepada proses promosi: brainstorming — brainwashing! Dengan lagu yang tidak jelek (ya, tidak juga dapat dibilang sangat bagus) dan dikombinasikan dengan pemaksaan melalui media massa — televisi, radio, internet, nada sambung telepon, dan lainnya — maka lagu tersebut diramalkan akan "sukses diterima oleh pasar". Apalagi untuk band pendatang baru yang tidak memiliki "dukungan musisi senior". Dengan kombinasi tersebut, jadilah band populer secara instant — dan juga bersifat disposable.

PS: Saya bukanlah seorang musisi, bukan pula seorang seniman profesional. Mungkin saja tulisan ini sepenuhnya bersifat subjektif dari sudut pandang saya selaku penikmat musik Indonesia.